TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DIDALAM ISLAM
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan
Islam
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Amirudin, M. Ag.
Disusun oleh;
Chabib Rochmatulloh
Muhammad Nurhadi Al Firdaus
Maryanto
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAKHUL ‘ULA
NGLAWAK-KERTOSONO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Pendidikan Islam tentang Tanggung
jawab Pendidikan didalam Islam dengan tepat waktu. Dan semoga sholawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW.
Kami mengakui bahwa kami hanyalah
manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu tidak ada hal
yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna begitu pula dengan makalah ini.
Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam penulisan makalah
ini. Kami melakukan semaksimal mungkin dan dengan kemampuan yang kami miliki.
Dengan menyelesaikan makalah ini
kami berharap dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga dengan adanya
makalah ini dapat membantu kita dalam memahami tentang Tanggung jawab
Pendidikan didalam Islam
Kediri,
27 Desember 2016
Penyusun.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tujuan hidup
seorang muslim pada dasarnya adalah untuk mengabdi pada Allah SWT. Karena
pengabdian adalah bentuk realisasi dari keimanan dan diaplikasikan dalam setiap
sendi-sendi kehidupan dan itu adalah menjadi tujuan dari pendidikan Islam. Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan yang memiliki
dimensi religius, berbudaya, dan berkemampuan ilmiah.
Pendidikan terbagi menjadi 3 yaitu pendidikan informal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan formal. Penanggung jawab pendidikan informal adalah
orang tua dan keluarga di rumah. Mereka perlu mendidik anak mereka agar menjadi
anggota masyarakat yang berbudi. Penanggung jawab pendidikan nonformal adalah
masyarakat kursus dan sejenisnya. Mereka perlu mendidik peserta didik sehingga
memiliki keterampilan yang memadai. Dan penanggung jawab pendidikan formal
adalah sekolah dan perguruan tinggi. Peranan dan tanggung jawab pendidikan
formal, informal dan nonformal ini sangatlah penting, semuanya saling berkaitan
dan harus saling menunjang demi terwujudnya tujuan pendidikan Islam dan tujuan
pendidikan Indonesia yakni “membangun aqidah yang luhur dan mencerdaskan
kehidupan bangsa sehingga menjadi manusia yang bahagia didunia dan diakhirat.
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنا
عَذابَ النَّارِ , أُولئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ
الْحِسابِ. سورة البقرة: 201-202
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa neraka". Mereka
itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan
Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. al-Baqoroh: 201-202)[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan tanggung jawab?
2. Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam pendidikan Islam?
3. Bagaimana tanggung jawab guru dalam pendidikan Islam?
4. Bagaimana tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari tanggung jawab
2.
Untuk mengetahui
tanggung jawab orang tua dalam pendidikan Islam
3.
Untuk mengetahui
tanggung jawab guru dalam pendidikan Islam
4.
Untuk mengetahui
tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tanggung Jawab
Menurut W.J.S Poerwadarminta tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
artinya jika ada suatu hal boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.[2] Tanggung ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan
bertanggung jawab dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan suatu sikap
seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan,
kemudian ia berani memikul segala resikonya.[3]
Tanggung jawab mestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang.
Tetapi jika diminta untuk melakukan sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi
maka sering kali masih terasa sulit, merasa keberatan bahkan banyak orang
merasa tidak sanggup jika diberikan tanggung jawab. Tak jarang banyak orang
yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya dengan kata lain suka
mencari kambing hitam untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatan yang
merugikan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّكُمْ
رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهْوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ
رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. رواه البخاري
"Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan
bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan
bertanggung jawab atas anggota
keluarganya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga
suaminya, dan ia bertanggung jawab atas semua anggota keluarganya. Seorang
pembantu adalah
pemimpin bagi harta
majikannya, dan ia bertanggung jawab atas keselamatan dan keutuhan
hartanya". (HR. Bukhari).[4]
Menurut Friedich Agust Hayek dalam bukunya
Monetary Theory and Trade Cycle, penanggung jawab yaitu ”
All forms of responsibillity refers to the responsibillity of individual. The
term of shared responsibillity is generally only used to cover the liabillity
it self. The responsibler doesn’t bear the full consequences of their
decisions”.[5]
Menurut pendapat penulis makalah, tanggung jawab itu merupakan suatu
kewajiban yang harus dilaksakan sebagai akibat dari perbuatan yang telah
dilakukan dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Kemudian penulis membagi tanggung jawab menjadi dua bagian yaitu tanggung jawab
pada diri sendiri, dimana baik atau buruknya suatu kejadian yang terjadi kepada
diri kita adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan orang lain dan tidak
menyalahkan siapapun atau yang paling buruk adalah menyalahkan takdir.
Kemudian yang kedua yaitu tanggung jawab kepada orang lain dan
lingkungan sekitar, dimana manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan
orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Sebagai contoh jika
masyarakat telah memilih seseorang sebagai lurah, maka dia akan bertanggung
jawab kepada masyarakat yang mempercayainya. Tentu sebagai seorang pak lurah
dia harus memperhatikan kelangsungan kehidupan masyarakat yang ia pimpin serta
kesejahteraan mereka dan juga keadaan lingkungan tempat tinggal masyaraktnya
tersebut.
Jadi, Kesimpulannya yaitu penanggung jawab pendidikan merupakan suatu
keadaan wajib bagi komponen masyarakat baik individu maupun golongan dalam
menanggung pendidikan yang ada dengan tujuan mencerdaskan masyarakat agar dapat
hidup lebih maju sejahtera.
B. Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan Islam
Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak – anak mereka , karena dari
merekalah anak mula – mula menerima pendidikan terdapat dalam kehidupan
keluarga. Orang tua
itu memegang peranan penting dalam pendidikan anak – anaknya. Sejak anak dalam
kandungan , setelah lahir hingga dewasa.[6]
Berikut
beberapa pendapat tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya:
1.
Menurut Hery Noor Aly orang tua adalah “ibu dan
ayah dan masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan
anak”.[7]
3.
Sedangkan M. Syafaat Habib mengatakan bahwa
“Orang tua menempati tempat pertama dan orang tualah yang mula-mula
memperkenalkan adanya Tuhan kepada anaknya, kemudian mengajarkan shalat, puasa
dan sebagainya”.[9]
Orang tua
memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya.
Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula menjadi
temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar
pula. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar,
baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati
anaknya.
Tanggung jawab
pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus
dilaksanakan dalam rangka:
1.
Memelihara dan membesarkan anak.
2.
Melindungi dan menjamin kesamaan, baik
jasmaniah maupun rohaniah
3.
Memberi pengajaran
Secara umum keluarga memiliki tujuan
dan fungsi utama dan suci sepanjang masa. Diantara tujuan dan fungsinya itu
adalah:
1.
Pemeliharaan dan kesinambungan suku bangsa
2.
Perlindungan moral
3.
Stabilitas psiko-emosional (cinta dan
kebijakan)
4.
Sosialisasi dan orientasi nilai
5.
Keterjaminan sosial dan ekonomi
6.
Memperluas ikatan keluarga dan membantuk
kesatuan social dalam masyarakat, dan dorongan untuk berusaha dan berkorban[11]
Sedangkan peran orang tua dalam proses
belajar anak meliputi dua hal yaitu:
1.
Melengkapi fasilitas pendidikan
Selain perabot rumah tangga,
fasilitas rumah tangga yang harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang
pendidikan anak. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a.
Tempat belajar yang menyenangkan
b.
Media informasi
c.
Perpustakaan Keluarga
d.
Media pembelajaran anak yang menyenangkan
2.
Mengembangkan budaya ilmiyah dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang
diperlukan berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya,
pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi
pendidikan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Budaya Islami
b.
Budaya belajar
c.
Budaya jam baca
d.
Gairah cerita
Adapun beberapa langkah yang dapat
dilakukan orang tua dalam mendukung perkembangan belajar anak antara lain :
1.
Memahami Cara Belajar Anak .
2.
Memahami Fitrah Anak
Abdullah Ulwan dalam bukunya Tarbiyah
Al’ Aulad Fi Al-Islam (Pendidikan anak dalam Islam) beliau merinci
Pendidikan anak sebagai barikut:
1.
Pendidikan Keimanan, antara lain menanamkan
Tauhid kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah SAW, mengajarkan hukum
halal dan haram, membiasakan untuk beribadah sejak usia 7 tahun dan mendorog
untuk suka membaca Al-Qur an.
2.
Pendidikan Akhlak, antara lain dengan
menanamkan kepada anak sifat-sifat terpuji serta menghindari sifat-sifat
tercela.
3.
Pendidikan Jasmani, antara lain terdiri dengan
memperhatika gizi anak, melatihnya berolahraga dan mengajarka cara-cara hidup
sehat.
4.
Pendidikan Intelektual, antara lain mengajarkan
Ilmu Pengetahuan dan member kesempatan untuk menuntut ilmu seluas dan setinggi
mungkin.
5.
Pendidikan Psikis, antara lain menghilangkan
gejala-gejala penakut, rendah diri, malu-malu, dan dengki serta bersikap adil
terhadap anak.
6.
Pendidikan Sosial menanamkan pengahargaan dan
etika (sopan/santun) terhadap orang lain, orang tua, tetangga, guru, dan teman.
7.
Pendidikan Seksual, antara lain membiasakan
agar anak selalu meminta izi ketika memasuki kamar orang tua, dan menghindarkan
dari hal-hal yang berbau pornografi.[14]
Berdasarkan uraian di atas, dapat
dikatakan bahwa peran orang tua merupakan suatu kompleks pengharapan manusia
terhadap caranya individu harus bersikap sebagai orang yang mempunyai tanggung
jawab dalam satu keluarga, dalam hal ini khususnya peran terhadap anaknya dalam
hal pendidikan, keteladanan, sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup
dalam pencapaian keselarasan hidup di dunia dan akhirat dengan bingkai aqidah
yang ditanamkannya sejak dini. Berdasarkan dalil;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ
وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ. سورة لقمان:13
Artinya: Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.[15]
قَالَ رَسُولُ
اللهِ r
: مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا ، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.رواه
ابو داود
Artinya : Rasulullah SAW
bersabda: "Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia
mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka."
(HR. Abu Dawud)[16]
C. Tanggung jawab guru dalam pendidikan Islam
Guru adalah
pendidik yang professional karna ia merelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua.
Ketika orang tua menyerahkan anak nya untuk disekolahkan, berarti pelimpahan
sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru.
Dinegara -
negara timur sejak dahulu kala guru itu dihormati oleh masyarakat. Orang india
dahulu, menganggap guru sebagai orang suci dan sakti. Dijepang, guru disebut
sensei, artinya yang lebih dahulu lahir, yang lebih tua. Di Inggris dan di
Jerman ”der lehrer” yang berarti pengajar. Akan tetapi, kata guru sebenarnya
bukan saja mengandung arti “ pengajar”, melainkan juga “pendidik”, baik di
dalam maupun diluar sekolah ia harus menjadi penyuluh masyarakat.[17]
Dalam konteks pendidikan Islam
“pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan
mursyid.[18]
Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima
istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
1.
Murabbi adalah: orang yang mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakat dan alam sekitarnya.
2.
Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan
mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan
dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu
pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
3.
Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan
peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas
di masa depan.
4.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya.
5.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model
atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan
bagi peserta didiknya.[19]
Pendidik dalam Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya
dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif
(rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[20] Pendidik
berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada
peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya,
mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan
mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu
yang mandiri.[21]
Pendidik disini adalah mereka yang
memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu
di sekolah.[22]
Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, tidak
selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain
karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan
baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak
lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke
lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai
pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang
besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.[23]
Syaikh Ahmad Ar
Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan sebagai
pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua kriteria berikut :
1.
Alim yaitu mengetahui betul tentang segala
ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad Saw, sehingga ia akan mampu
mentransformasikan ilmu yang komprehenshiv tidak setengah-setengah.
2.
Adil riwayat yaitu tidak pernah mengerjakan
satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh
fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak
dididiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan
bagi seluruh peserta didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik adalah
orang fasik atau orang bodoh, maka bukan hidayah yang diterima ank didik namun
justru pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan.[24]
Pendidik
adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan
santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya
yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa
Hadits disebutkan:
اغْدُ
عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلاَ تَكُنِ
الْخَامِسَ فَتَهْلَكَ.رواه البزار
“Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar
atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau
menjadi rusak”.
(HR. al Bazar)[25]
Dalam Hadits yang lain Nabi SAW bersabda:
يُوزَنُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ وَدَمُ الشُّهَدَاءِ فَيَرْجَحُ مِدَادُ
الْعُلَمَاءِ عَلَى دَمِ الشُّهَدَاءِ . رواه الشيرازي
“Tinta seorang
ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. (HR. al Syiraji)[26]
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits
Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik
disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah
setahun.[27]
Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa
pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan
memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik,
niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan
manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)
kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.[28]
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik
yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan
hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam
yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam paradigma Jawa
, pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”.
Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang
memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam
melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai
kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan
panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.[29]
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer
ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga
bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh
karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan
menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas
merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun
serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.
Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan
peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring
dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3.
Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan
kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap
berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang
dilakukan.[30]
D. Tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan Islam
Masyarakat adalah kumpulan
individudan kelompok yang diikat oleh kesatuan budaya, agama, dan pengalaman –
pengalaman yang sama serta memiliki sejumlah penyesuaian dalam ikut memikul
tanggung jawab pendidikan secara bersama – sama. Masyarakat
adalah lembaga ketiga setelah keluarga dan sekolah untuk memberikan pengaruh
dan arahan terhadap pendidikan anak – anak.[31]
Setiap masyarakat mempunyai
cita-cita, peraturan-peraturan dan system kekuasaan tertentu. Masyarakat, besar
pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin
masyarakat atau peguasa yang ada didalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu
saja menghendaki agar setiap anak didik menjadi anggota yang taat dan patuh
menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota
sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar
diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, kota, dan warga
negara.[32]
Dengan demikian, dipundak mereka
(masyarakat) terpikul keikitsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan
anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung
jawab terhadap penyalenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada
hakikatnya merupakan tanggug jawab moral dari setiap orang dawasa baik segi
perseorangan maupun sebagai kelompok social. Tanggung jawab ini ditinjau dari
segi ajara Islam, secara implicit mengandung pula tanggung jawab pendidikan.[33]
Dalam perspektif Islam, peranan dan
tanggung jawab pendidikan oleh masyarakat juga merupakan sebuah keharusan.
Masyarakat Islam menjunjung nilai-nilai di antaranya adalah nilai ketuhanan,
persaudaraan, keadilan, amar ma`ruf nahi munkar, dan solidaritas.[34]
Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur`an yang artinya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ.
سورة الحجرات: 10
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara dan
perbaikilah diantara persaudaraan kalian, dan takutlah kepada Alloh agar kalian
beruntung" (QS.
Al Hujurat 10).[35]
Dari ayat tersebut amat jelas bahwa Islam
menjunjung nilai persaudaraan, dimana ada unsur saling mengingatkan, memberi
contoh, agar tercipta lingkungan madani. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Islam
juga memandang bahwa sebuah masyarakat yang dijiwai nilai-nilai Islam harus
berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat
turut serta memikul tanggung jawab pendidikan yang secara sederhana dapat
diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan
Negara, kebudayaan dan agama.
Semua anggota masyarakat memikul
tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan,
menyuruh yang ma’ruf melarang yang munkar di mana tanggung jawab manusia
melebihi perbuatan-perbuatannya dan maksudnya, sehingga mencakup masyarakat
tempat ia hidup dan alam di sekelilingnya. Sebagaimana firman Alloh:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ سورة: آلِ عِمْرَانَ: 104
Arinya: "Dan hendaklah ada
di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang
beruntung."
(QS. Ali Imron: 104).[36]
Peran
masyarakat di era sekarang adalah menjadi fasilitator dalam menunjang
pelaksanaan pendidikan nasional, ikut serta dalam menyelenggarakan pendidikan
swasta, membantu pengadaan tenaga, saran dan prasarana serta membantu
mengembangkan profesi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara konseptual tanggung jawab masyarakat, antara lain: mengawasi
jalannya nilai sosio budaya, menyalurkan aspirasi masyarakat, membina dan
meningkatkan kualitas keluarga.[37]
Ada 7 tingkatan
peran serta masyarakat, yaitu:
1.
Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan
yang tersedia. Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah
untuk mendidik anak-anak mereka.
2.
Peran serta dengan memberikan kontribusi dana,
bahan, dan tenaga. Pada PSM jenis ini masyarakat berpartisipasi dalam perawatan
dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, atau tenaga.
3.
Peran serta secara pasif. Masyarakat dalam
tingkatan ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite
sekolah).
4.
Peran serta melalui adanya konsultasi. Pada
tingkatan ini, orang tua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah
anaknya.
5.
Peran serta dalam pelayanan. Orang
tua/masyakarat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orang tua ikut
membantu sekolah ketika ada studi tur, pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.
6.
Peran serta sebagai pelaksana kegiatan.
Misalnya sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan
pentingnya pendidikan, masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya,
berpartisipasi dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah
dapat menampungnya, menjadi nara sumber, guru bantu, dsb.
7.
Peran serta dalam pengambilan keputusan. Orang
tua/masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan baik akademis
maupun non akademis, dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanggung jawab itu merupakan suatu kewajiban yang
harus dilaksakan sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukan dalam
rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain yang dipertanggungjawabkan
kepada alloh.
Orang tua adalah yang mempunyai
tanggung jawab awal dalam pendidikan anak-anaknya. Setidaknya orang tua
bertanggung jawab atas pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan untuk
kebahagiaan anak. Orang tua berperan didalam menyediakan dan melengkapi
fasilitas pendidikan anak serta mengembangkan budaya ilmiah didalam keluarga.
Dalam pendidikan anak, orang tua harus dapat memahami cara belajar anak,
kondisi anak sehingga dapat menerapkan metode yang tepat.
Guru adalah pendidik professional
yang mengabdikan dirinya memberikan pendidikan kepada peserta didik yang
diamatkan kepadanya. Didalam Islam guru juga disebut murabbi, mu’allim, mu’addib,
mudarris, dan mursyid yang
masing-masing mempunyai
tempat dan mempunyai tugas tersendiri. Pendidik didalam Islam bertanggung jawab
terhadap peserta didik dalam hal cipta, karya, dan karsa. Didalam Islam
pendidik harus alim dan adil yang dapat memberikan santapan jiwa dengan ilmu,
pembinaan akhlak mulia dan meluruskan perilaku yang buruk, sehinggga pendidik
berfungsi sebagai instruksional, educator dan managerial.
Masyarakat
turut memikul tanggung jawab didalam membimbing pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan anak dalam hal nilai ketuhanan, persaudaraan, keadilan, amar ma`ruf
nahi munkar, dan solidaritas. Peran
masyarakat didalam pendidikan antara lain: mengawasi jalannya nilai sosio
budaya, menyalurkan aspirasi masyarakat, membina dan meningkatkan kualitas
keluarga.
B. Saran
Pendidikan Islam terhadap anak
merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, guru, dan masyarakat. Oleh
karena itu masing-masing supaya dapat menetapi peran dan tanggung jawabnya
sendiri-sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah, Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2012
Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Perkata Tajwid
Kode Angka, Banten: Kalim
Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah. Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Pers. 2007
Habib, M. Syafa’at. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta: Wijaya.
1982
Hayek, Friedrich August. Monetary
Theory and Trade Cycle. Terjm. Rosmayadi. Semarang: Neo Fine Persada. 1987
Muhammad Bin Ismail. Shohih Bukhari. Dar Ibnu Kastir. 1993
Munarji. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bina Ilmu. 2004
Noer Aly, Hery. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999
Ramayulis. dkk. Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga.
Jakarta: Kalam Mulia. 2001
Salam, Lubis. Keluarga Sakinah. Surabaya: Terbit Terang.
2002
Saleh, Abd. Rahman. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa.
Jakarta: Grafindo Persada. 2005
Sulaiman Bin al- Asy’ats. Sunan Abu Dawud. Bairut-Lebanon:
Dar al Fikr. 1994.
Suryosubroto B. Beberapa Aspek Dasar Kependidikan. Jakarta:
Bina Aksara. 1983
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 1992.
Ulwan, Abdullah. Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam. Terjm. Ismail Ya’qub. Semarang: Faizan. 1979
[1] Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Perkata Tajwid
Kode Angka, (Banten: Kalim), 32.
[2]
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), 88.
[3] Ibid, 89.
[5] Friedrich August Hayek, Monetary
Theory and Trade Cycle, Terjm. Rosmayadi, (Semarang: Neo Fine Persada, 1987),
44.
[7]
Noer Aly, Ilmu. …, 94.
[8]
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1997), 55.
[13] Ramayulis,
dkk, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001),
12
[14] Abdullah Ulwan, Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam,Terjm. Ismail Ya’qub (Semarang: Faizan, 1979), 68.
1992), 75.
[23] Ibid,
.41.
[24] Ahmad
Tafsir, Ilmu …, 56.
[27] Abdullah Ulwan, Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam, Terjm. Ismail Ya’qub, (Semarang:
Faizan, 1979), 51.
[31] Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah,Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Pers, 2007), 99
[32] Zakiah
Daradjat, Ilmu …,26.
[37] Abd. Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa,
(Jakarta: Grafindo Persada, 2005), 347.