HAKEKAT BELAJAR DAN UNSUR-UNSURNYA
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas dalam
mata kuliah Psikologi Belajar
Dosen Pembimbing:
Dra. Hj. Luluk M, M. Pd.I
Disusun oleh;
Chabib Rochmatulloh
Achmad Subandi
Maryanto
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAKHUL ‘ULA
NGLAWAK-KERTOSONO
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah
ini guna memenuhi
tugas mata
kuliah Psikologi Belajar
Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu serta
menambah wawasan tentang
“Hakekat Belajar dan Unsur-unsurnya”.
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada rekan-rekan dan semua
pihak yang telah membantu, sehingga
makalah kami ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dengan segala kerendahan hati. Kami sangat mengharapkan kritik
dan
sarannya yang
bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Karena
kesempurnaan sesungguhnya hanya datangnya dari Allah
SWT. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi
para pembaca pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya.
Kediri, 10 Januari 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar
merupakan bagian terpenting dalam pendidikan yang didalamnya terdapat adanya
guru sebagai pengajar dan siswa yang sedang belajar. Usman mengatakan bahwa
belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung melalui
hubungan edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.[1]
Dalam Proses belajar terdapat komponen yang saling terkait meliputi tujuan,
guru, siswa, bahan ajar, metode pengajaran, alat, media edukasi.
Unsur-unsur
belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
belajar, dan pemilihan cara belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain guru, siswa itu sendiri, materi belajar, tujuan belajar, fasilitas, dan
sarana dan prasarana. Pada kenyataannya belajar adalah masalah semua orang,
maka perlu dan penting menjelaskan dan merumuskan masalah belajar, terutama
bagi kaum pendidik professional supaya kita dapat menempuhnya dengan lebih
efesien, selektif mungkin.[2] Sebagaimana
hadist yang diriwayatkan oleh 'Aisyah:
عَنْ
عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ ، قَالَتْ : كَانَ كَلاَمُ رَسُولِ اللهِ r
كَلاَمًا فَصْلاً يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ. رواه ابو داود
Dari
Aisyah rahimahallah berkata:”Sesungguhnya perkataan Rasulullah SAW adalah
perkataan yang jelas memahamkan setiap orang yang mendengarnya. (HR. Abu Daud)
Para
pengajar hendaknya mempunyai kemampuan dalam memilih model yang tepat untuk
setiap pokok bahasan dalam pembelajaran, bahkan untuk setiap kompetensi-kompetensi
dasar yang telah dirumuskan, misalnya untuk setiap topik dapat digunakan
berbagai macam model pengajaran. Dalam pembelajaran
pendekatan dan model
yang telah dipilih memerlukan interaksi yang baik antara guru dan peserta didik
sehingga setiap pembelajaran dan setiap uraian materi ajar yang disajikan dapat
memberikan motivasi belajar peserta didik. Sebagaimana pesan Imam Ali:
حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا
يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ. رواه البخاري
Ajaklah bicara manusia dengan apa
yang mereka pahami. Apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya di dusta kan? (HR.
al Bukhary)
B. Rumusan Masalah
1.
Apa hakikat belajar
2.
Apakah belajar dalam pandangan Islam
3.
Apakah factor-faktor yang mempengaruhi belajar
4.
Apa saja unsur-unsur belajar
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui hakikat belajar
2.
Untuk mengetahui belajar dalam pandangan Islam
3.
Untuk mengetahui factor-faktor belajar
4.
Untuk mengetahui unsur-unsur belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Belajar
Belajar
adalah Suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah-laku
secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan.[3] Belajar
juga merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang bersikap konstan atau tetap.
Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera tampak dalam perilaku
yang nyata atau tersembunyi.[4] Sebagaimana firman Alloh:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّما يَتَذَكَّرُ أُولُوا
الْأَلْبابِ. سورة الزُّمَرِ: 9
Katakanlah
(Muhammad): "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
(QS. az-Zumar:
9)
Belajar
adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah
laku siswa berubah kearah yang lebih baik.[5]
Senada pendapat tersebut Skinner juga memberikan defenisi belajar yaitu suatu
proses adaptasi perilaku yang bersifat progesif.[6]
Cronbach berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami
melalui panca indra.[7]
Dari
pengertian belajar di atas dapat dikemukakan bahwa belajar mempunyai hal-hal
pokok sebagai berikut
1.
Perubahan (dalam arti
behavioral changes, actual maupun potensial)
2. Perubahan
itu pada pokoknya didapatkannya kecakapan baru.
3. Perubahan
yang terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Berdasarkan
hal-hal pokok dalam belajar, terdapat adanya ciri-ciri belajar diantaranya
adalah: 1) perubahan yang terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa individu yang
belajar, akan menyadari terjadi perubahan atau sekurang-kurangnya perubahan
dalam dirinya, 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung
terus-menerus tidak statis. 3) perubahan dalam belajar bersifat aktif.
Berubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan karena usaha sendiri. 4) perubahan dalam belajar bertujuan
dan terarah. Ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena tujuan yang
dicapai perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang disadari. 5)
Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah-laku.[8]
Jadi, belajar
adalah suatu kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
B. Belajar dalam Pandangan Islam
Secara
psikologis manusia adalah makhluk Allah yang sangat sugestibel, yaitu
mudah kena pengaruh rangsangan lingkungan yang datang kepadanya, terutama
rangsangan lingkungan social, baik secara individual maupun kelompok, melalui
pergaulan manusia saling mempengaruhi tingkah laku masing-masing termasuk cara
berpikir, bertingkah laku, sikap dan sebagainya.[9]
Hubungan dengan orang lain inilah manusia dengan sendirinya baik disengaja atau
tidak disengaja mengadakan pembelajaran terkait dengan dirinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لاَ
يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ
وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ ، أَوْ ثَوْبَكَ ، أَوْ تَجِدُ مِنْهُ
رِيحًا خَبِيثَةً. رواه البخاري
“Perumpamaan
teman duduk yang baik dan yang jelek, seperti berteman dengan penjual minyak
wangi dan pandai besi; tidak akan luput untukmu dari penjual minyak wangi,
apakah engkau membeli minyak wangi tersebut atau engkau mencium harumnya,
adapun berteman dengan pandai besi dapat membakar badanmu, atau pakaianmu, atau
engkau mencium darinya aroma yang buruk.”
(HR. Al-Bukhari)
Di
lingkungan rumah tangga, anak adalah anggota keluarga, pengaruh kedua orang tua
sangat dominan pada dirinya terutama pengaruh dari pihak ibunya. Berbagai
penampilan tingkah laku yang sengaja ditampilkan oleh seorang ayah dan ibu
secara tidak disadari anak telah diinternalisasikannya ke dalam dirinya, bahkan
kadangkala telah menjadi bagian dari dirinya.
Setelah
fisik anak bertambah besar dan umurnya pun telah berkembang, ia mulai meluaskan
pandangan dan wawasannya ke lingkungan yang luas seperti teman tetangganya. Di
lingkungan masyarakat ini ia mulai melihat dan mendengar baik tingkah laku
atau ucapan yang belum pernah di dengarnya di lngkungan ini sudah mulai terkena
polusi atau rangsangan yang cenderung merusak pendidikan yang telah diletakkan
oleh kedua orang tuanya, tetapi orang tu waspada dengan lingkungan yang bis
merusak pendidikan yang telah diletakkannya.
Kebiasaan
masyarakat muslim Indonesia memasukkan anaknya ke sekolah dasar pada umur tujuh
tahun. Mulai saat itu anak memasuki lingkungan social yang lebih luas dan
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya atau dengan teman-teman yang lebih
tua seperti kakak kelasnya. Di lingkungan formal ini di awasi oleh para
pendidiknya yaitu orang-orang yang professional dalam bidangnya. Bentuk-bentuk
tingkah laku, cara berpikir, perasaan sikap social cara mereaksinya telah
diprogamkan oleh gurunya melalui proses pembelajaran.
Oleh
karena itu sejak dini, sebelum anak lebih luas belajar dimasyarakat maka orang
tua supaya membekali dengan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ.
رواه مسلم
Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang
tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani. (HR Muslim)
Jadi, proses belajar didalam Islam adalah
akibat dari rangsangan sosial yang dialamai oleh anak yang kemudian memberikan
pengaruh dari alam pemikiran sekaligus tindakan yang dikerjakannya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar.
Belajar
sebagai proses atau aktivitas banyak dipengaruhi oleh bayak faktor antara lain
faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar yang digolongkan menjadi
faktor-faktor non-sosial dan faktor-faktor sosial. Untuk lebih jelasnya
dijelaskan sebagai berikut;[10]
1. Faktor-faktor non-sosial dalam belajar
Faktor-faktor
non-sosial dalam belajar berupa keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi,
siang, maupun malam), tempat (letak, pergedungannya), dan alat-alat yang
digunakan untuk belajar. Semua factor ini diatur sedemikian rupa, sehingga
dapat membantu proses/perbuatan belajar secara maksimal.
Letak
sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di
tempat yang tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai, lalu
bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu
kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran diusahakan sedimikian rupa
memenuhi syarat-syarat pertimbangan diktatis, psikologis, dan paedagogis.
2. Faktor sosial dalam belajar
Yang
dimaksud faktor sosial adalah manusia (sesama manusia), baik manusia itu
kehadirannya langsung ada di tempat belajar maupun tidak langsung ada.
Kedatangan orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, ada kalanya
mengganggu belajar itu, misalnya seseorang yang belajar di kamar, lalu banyak
orang yang hilir mudik keluar masuk di kamar itu, dan lain-lain. Faktor sosial
seperti itu pada umumnya bersifat mengganggu proses belajar.
Selain
dari faktor-faktor dari luar diri tersebut, terdapat juga faktor belajar
dari dalam diri si pelajar yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu
faktor-faktor fisiologi dan faktor-faktor psikologis.[11]
a.
Faktor-faktor
fisiologi dalam belajar
1) Keadaan
tonus jasmani pada umumnya.
Keadaan jasmani yang
segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan
jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang tidak lelah.
Dalam kaitannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan
a) Nutrisi
yang cukup, karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya
tonus jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, mengantuk, lekas lelah
dan sebagainya.
b) Beberapa
penyakit yang kronis yang dapat mengganggu belajar itu.
2) Keadaan
fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi pancaindra
Dalam sistem
persekolahan dalam dewasa ini di antara panca indra itu yang memegang peranan
dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu menjadi kewajiban bagi setiap
pendidik untuk menjaga, agar pancaindra anak didiknya dapat berfungsi dengan
baik, baik penjagaan bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif.
b.
Faktor-faktor
psikologis dalam belajar
Ardeen N. Frandsen
mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai
berikut;
1) Adanya
sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
2) Adanya
sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3) Adanya
keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
4) Adanya
keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik
dengan koperasi maupun dengan kompetisi
5) Adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
6) Adanya
pengajaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
D. Unsur-unsur Belajar
Dalam proses pembelajaran, guru
dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara
optimal. Upaya untuk terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut
tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode
tertentu, apalagi dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu seluruh
proses dan tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan
potensi-potensi anak tersebut.
Agar aktivitas yang dilakukan guru
dalam proses pembelajaran terarah pada upanya peningkatan potensi siswa secara
komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan unsur-unsur
yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.
Unsur-unsur
belajar adalah faktor-faktor yang menjadi indikator keberlangsungan proses belajar.
Cronbach sebagai penganut aliran behaviorisme menyatakan adanya tujuh unsur
utama dalam proses belajar, yang meliputi:[12]
1.
Tujuan.
Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan. Perbuatan
belajar atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang
jelas dan bermakna bagi individu.
2.
Kesiapan.
Agar mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, anak perlu
memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis maupun kesiapan yang berupa
kematangan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan pengalaman belajar.
3.
Situasi.
Yang dimaksud situasi belajar ini adalah tempat, lingkungan
sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai
administrasi, dan seluruh warga sekolah lain.
4.
Interpretasi.
Anak akan melakukan interpretasi yaitu melihat hubungan diantara
komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan
menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan.
5.
Respon.
Dari hasil interpretasi dalam pencapaian tujuan belajar, maka anak
akan membuat respon. Respon ini dapat berupa usaha yang terencana dan
sistematis, baik juga berupa usaha coba-coba, (trial and error).
6.
Konsekuensi.
Konsekuensi ini dapat berupa hasil positif (keberhasilan) maupun
hasil negatif (kegagalan) sebagai konsekuensi respon yang dipilih siswa.
7.
Reaksi
terhadap kegagalan.
Kegagalan dapat menurunkan semangat dan motivasi usaha belajar
siswa. Namun, dapat juga membangkitkan siswa karena dia mau belajar dari
kegagalannya.
Sementara
itu para konstruktivisme memaknai unsur-unsur belajar sebagai berikut:
1.
Tujuan
belajar.
Tujuan belajar yaitu membentuk makna. Makna diciptakan para
pembelajar dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi
makna dipengaruhi oleh pengertian terdahulu yang telah dimiliki siswa.
2.
Proses
belajar
Adalah proses konstruksi makna yang berlangsung terus menerus,
setiap kali berhadapan dengan fenomena atau pengalaman baru diadakan
rekonstruksi, baik secara kuat atau lemah. Proses belajar bukanlah kegiatan
mengumpulkan fakta, melainkan lebih sebagai pengembangan pemikiran dengan
membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan
lebih sebagai pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.
Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri.
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang
dalam keraguan (disonansi kognitif) yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
Situasi tidak keseimbangan (disekuilibrium) adalah situasi yang baik untuk
memacu belajar.
3.
Hasil
belajar
Hasil belajardipengaruhi oleh pengalaman pelajar sebagai hasil
interaksi dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang
tergantung kepada apa yang telah diketahui pembelajar: konsep-konsep, tujuan
dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Dalam
kaitan dengan implementasi empat pilar pembelajaran UNESCO pada praktik
pendidikan, Zhou Nanzhao menyarankan
penguasaan sejumlah kompetensi oleh siswa sebagai unsure-unsur belajar.
Kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa dalam belajar, baik tentang apa
saja, di mana saja, dengan siapa saja antara lain adalah:[13]
1.
Kompetensi
dalam mengumpulkan, memilih, mengolah, dan mengelola informasi;
2.
Kompetensi
dalam menguasai peralatan sebagai saran untuk mengetahui dan memahami;
3.
Kompetensi
dalam berkomunikasi dengan orang lain secara efektif;
4.
Kompetensi
untuk beradaptasi diri menghadapi perubahan kehidupan;
5.
Kompetensi
untuk bekerja sama dengan orang lain dalam suatu tim;
6.
Kompetensi
dalam menyelesaikan konflik melalui dialog dan negosiasi yang damai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Belajar dapat dipahami sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak
raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan
perubahan jiwa dengan masuknya kesan-kesan baru yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang.
Dalam pandangan Islam belajar adalah
pengaruh rangsangan lingkungan yang datang kepadanya, terutama rangsangan
lingkungan social, baik secara individual maupun kelompok, melalui pergaulan
manusia saling mempengaruhi tingkah laku masing-masing termasuk cara berpikir,
bertingkah laku, sikap dan sebagainya
Factor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar bisa dari factor non sosial seperti tempat, waktu, maupun
sarana pembelajarannya. Namun yang tidak kalah penting adalah dari factor
manusianya sendiri yang disebut dengan factor sosial. Selain factor tersebut juga
dipengaruhi faktor fisiologi dan faktor psikologis.
Unsur-unsur belajar adalah faktor-faktor yang menjadi indikator
keberlangsungan proses belajar.
Menurut aliran behavorisme unsur-unsur pendidikan adalah: Tujuan, Kesiapan,
Situasi, Interpretasi, Respon, Konsekuensi, dan Reaksi terhadap kegagalan.
Sedangkan menurut aliran konstruktivisme unsur-unsur belajar adalah: Tujuan
belajar, Proses belajar, dan Hasil belajar. Unsur-unsur belajar juga tidak
lepas dari empat pilar dari pembelajaran UNESCO.
B. Saran
Dengan mengetahui hakikat belajar
dan unsur-unsurnya dapat dijadikan sebagai rujukan didalam mendidik dari
lingkup keluarga maupun lembaga-lembaga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Nasir.
Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Madani Press. 2001
Darsono. Belajar
dan Pembelajaran UNNES. Semarang: PT. Delta Pamungkas. 2002.
Slameto. .Belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 1998.
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2003.
Surya
& Moh. Amin. Pengajaran Remidial. Jakarta: Depdikbud. 1980
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers. 2004.
Suyono & Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep
Dasar, Bandung: ROSDA. 2012
Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Yang
Profesional. Bandung: Rosda Karya. 2002.
Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: Andi. 2004.
Winkel. Bimbingan
dan Konseling di Institute Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar