Pendidikan
memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat
pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan
pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan
lebih baik. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah:
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّما
يَتَذَكَّرُ أُولُوا الْأَلْبابِ. سورة الزُّمَرِ: 9
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang berilmu
pengetahuan dengan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan?"
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. az-Zumar:
9)
Implikasinya, semakin
tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya
dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu
bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut.
وَتِلْكَ
الْأَمْثالُ نَضْرِبُها لِلنَّاسِ وَما يَعْقِلُها إِلَّا الْعالِمُونَ . سورة
الْعَنْكَبُوتِ: 43
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu". (QS.
al-Ankabut: 43).
Dalam
dasawarsa terakhir sesungguhnya merupakan masa yang penuh peluang dan sekaligus
tantangan bagi dunia pendidikan Islam umumnya. Peluang, karena dalam masa-masa
inilah kita menyaksikan meningkatnya “new attachment” kepada Islam di
kalangan banyak masyarakat Muslim. Secara sosiologis, meningkatnya kecintaan
kepada Islam ini membuat banyak kalangan orangtua, khususnya kalangan “kelas
menengah” Muslim yang tengah tumbuh (Muslim rising middle class),
semakin berusaha mendapatkan pendidikan Islam yang berkualitas bagi anak-anak
mereka. Keinginan mereka pada dasarnya adalah mendapatkan pendidikan umum plus
Islam di mana peserta didik tidak hanya bergumul dengan ilmu-ilmu yang penting
untuk kehidupan masa kini di dunia ini, tetapi juga ilmu-ilmu dan amal Islam.
Atau sebaliknya, pendidikan berbasis agama—dalam hal ini pesantren, madrasah,
sekolah Islam, dan kini juga UIN—tetapi juga unggul dalam ilmu-ilmu umum.
a.
Urgensi pendidikan ekonomi bagi lembaga pendidikan Islam
Faktor ekonomi adalah salah satu sisi yang
tidak akan bisa dipisahkan dalam pendidikan itu sendiri, karena ekonomi
sangat berperan penting dalam menunjang berbagai pendidikan. Fungsi dari
pendidikan itu sendiri yaitu untuk menyiapkan peserta didik, maksud dari
menyiapkan peserta didik disini dapat diartikan bahwa peserta didik pada
hakikatnya belum siap, tetapi perlu disiapkan dan sedang menyiapkan dirinya
sendiri.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا
مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعافاً خافُوا عَلَيْهِمْ
فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً. سورة النساء: 9
"Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS. an-Nisa': 9).
Adapun strategi pelaksanaan pendidikan
dilakukan dalam bentuk kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan. Maksud dari
bimbingan disini adalah pemberian bantuan, arahan, motivasi dan nasihat, agar
siswa mampu mengatasi dan memecahkan masalah serta menanggulangi kesulitannya
sendiri. Dampak kurangnya dari ekonomi bisa kita lihat dan rasakan dari segi
pendidikan kurangnya akan pemahaman berbagai ilmu yang bisa kita capai. Contoh
kecil, kita ingin menguasai berbagai macam-macam bahasa salah satunya bahasa arab
dan bahasa lainnya, bahwa kita bisa secara cepat mengetahui dan memahami bahasa
itu sendiri dengan cara mengikuti kursus bahasa. Mungkin hal itu harus di
tunjang dengan ekonomi, dan kurangnya ekonomi berpengaruh pada peserta didik
yang nantinya tidak bisa menyelesaikan sekolah dan melanjutkan pada jenjang
yang lebih tinggi. Adapun dengan tujuan pendidikan itu sendiri yaitu
seperangkat hasil pendidikan yang tercapai oleh peserta didik setelah
diselenggarakannya kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan juga merupakan suatu
komponen system pendidikan yang menempati kedudukan dan fungsi sentral, itu
sebabnya setiap tenaga kependidikan perlu memahami dengan baik tujuan pendidikan,
supaya berupaya melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditentukan.
Diera
globalisasi yang penuh dengan persaingan ini lembaga pendidikan Islam
senantiasa berupaya memenuhi harapan masyarakat, yaitu;
1)
Lembaga-lembaga
pendidikan Islam secara keseluruhan tetap menjalankan peran sangat krusialnya
dalam tiga hal pokok:
a)
Transmissi
ilmu-ilmu dan pengetahuan Islam (transmission of Islamic knowledge).
b)
Pemeliharaan
tradisi Islam (maintenance of Islamic tradition).
c)
Reproduksi
(calon-calon) ulama (reproduction of `ulama’).
2)
Para
peserta didik tidak hanya mengetahui ilmu agama, tetapi juga ilmu umum, atau
sebaliknya tidak hanya menguasai pengetahuan umum, tetapi juga unggul dalam
ilmu agama, dan dengan demikian, dapat melakukan mobilitas pendidikan.
3)
Para
anak didik memiliki ketrampilan, keahlian atau lifeskills khususnya dalam
bidang-bidang sains dan teknologi yang menjadi karakter dan ciri masa
globalisasi yang pada gilirannya membuat mereka memiliki dasar-dasar “competitive
advantage” dalam lapangan kerja, sebagaimana dituntut di alam
globalisasi.
b.
Solusi bagi
problematika lembaga pendidikan islam diera globalisasi
Tantangan
global dan globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak akhir milenium
lalu jauh lebih kompleks daripada tantangan-tantangan yang pernah dihadapi
lembaga pendidikan Islam di masa silam. Intinya semakin lama tantangan yang
dihadapi semakin berat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik:
اصْبِرُوا ، فَإِنَّهُ لاَ يَأْتِي
عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلاَّ الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ حَتَّى تَلْقَوْا
رَبَّكُمْ سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ r.
رواه البخاري
“Bersabarlah kalian, sebab tidaklah kalian
berada pada suatu zaman melainkan zaman setelahnya lebih buruk daripadanya,
sampai kalian menjumpai Rabb kalian. Aku mendengar hal ini dari Nabi kalian
shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR.
al-Al-Bukhari)
Solusi
yang seharusnya dapat diberikan didalam menjawab tantangan-tantangan dan
masalah-masalah internal pendidikan Islam pasca modernisasi dan tantangan
globalisasi pada hari ini dan masa depan, secara umum adalah sebagai berikut:
1)
Memberikan
pilihan jenis pendidikan yang dilaksanakan.
Lembaga-lembaga
pendidikan Islam memiliki peluang dan sekaligus tantangan berkenaan dengan
jenis pendidikan yang dapat dipilih dan diselenggarakan, yang setidak-tidaknya
kini menyediakan empat pilihan:
a)
Pendidikan
yang berpusat pada tafaqquh fi al-din, seperti yang
ada dalam tradisi pesantren pada masa pra-modernisasi (pesantren salafiyyah),
dengan kurikulum yang hampir sepenuhnya ilmu agama. Di tengah arus modernisasi
pesantren belakangan terdapat kecenderungan sejumlah pesantren untuk
mempertahankan atau bahkan kembali kepada karakter Salafiyyahnya.
b)
Pendidikan
madrasah yang mengikuti kurikulum Diknas dan Depag. Madrasah semula merupakan
“pendidikan agama plus umum”, tetapi dengan ekuivalensi seperti digariskan
UUSPN 1989 adalah “sekolah umum berciri agama”.
c)
Sekolah
Islam “plus” atau “unggulan” yang mengikuti kurikulum Diknas, yang pada
dasarnya adalah “pendidikan umum plus agama”.
d)
Pendidikan
ketrampilan (vocational training), apakah
mengikuti model “STM” atau MA/SMU ketrampilan.
2)
Memberikan jaminan atas identitas diri lembaga pendidikan Islam tertentu.
Pengakuan
atas dan penyetaraan pendidikan terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam telah
membuka berbagai peluang bagi penyelenggaran berbagai jenis pendidikan pendidikan
Islam. paradigma baru pendidikan nasional juga sangat menekankan kenyataan
bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam umumnya merupakan “pendidikan
berbasiskan masyarakat” (community-based education) selama
berabad-abad.
Pada
satu segi, pengakuan ini merupakan perkembangan yang positif, khususnya
menyangkut eksistensi pendidikan Islam itu sendiri. Tetapi, pada segi lain,
pengakuan itu secara implisit menuntut peran lebih besar masyarakat dalam
pendidikan Islam. Masyarakat kini dituntut tidak hanya mendirikan bangunan
fisik dan perangkat-perangkat pokok lembaga pendidikan Islam, tetapi
lebih-lebih lagi dalam mengembangkannya menjadi pendidikan yang berkualitas (quality
education) untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki setidak-tidaknya
dasar-dasar keunggulan kompetitif tersebut.
3)
Penguatan
kelembagaan dan manajemen.
Perubahan-perubahan
kebijakan pendidikan nasional—misalnya yang menekankan pada peran lembaga
pendidikan Islam sebagai “community-based education”—dan
tantangan-tantangan global mengharuskan lembaga pendidikan Islam untuk
memperkuat dan memberdayakan kelembagaannya. UU Yayasan yang baru dan juga UUD
BHP menghendaki lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk meninjau dan merumuskan
kembali kelembagaannya dan hubungannya dengan para pelaksana kependidikan;
madrasah dan/atau sekolah. Kelembagaan pendidikan Islam haruslah bertitiktolak
pada prinsip-prinsip kemandirian (otonom), profesionalitas, akuntabilitas dan
kredibilitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar