Kamis, 26 Januari 2017

TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN ISLAM



TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN DIDALAM ISLAM


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam

Dosen Pembimbing:
Drs. H. Amirudin, M. Ag.


 








Disusun oleh;
Chabib Rochmatulloh
Muhammad Nurhadi Al Firdaus
Maryanto

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAKHUL ‘ULA
NGLAWAK-KERTOSONO
2017

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Pendidikan Islam tentang Tanggung jawab Pendidikan didalam Islam dengan tepat waktu. Dan semoga sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW.
Kami mengakui bahwa kami hanyalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna begitu pula dengan makalah ini. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam penulisan makalah ini. Kami melakukan semaksimal mungkin dan dengan kemampuan yang kami miliki.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami berharap dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu kita dalam memahami tentang Tanggung jawab Pendidikan didalam Islam

Kediri, 27 Desember 2016



       Penyusun.









 

DAFTAR ISI



      C. Tujuan. 2
     B. Saran. 16




BAB I

PENDAHULUAN

      A.    Latar belakang

Tujuan hidup seorang muslim pada dasarnya adalah untuk mengabdi pada Allah SWT. Karena pengabdian adalah bentuk realisasi dari keimanan dan diaplikasikan dalam setiap sendi-sendi kehidupan dan itu adalah menjadi tujuan dari pendidikan Islam. Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan yang memiliki dimensi religius, berbudaya, dan berkemampuan ilmiah.
Pendidikan terbagi menjadi 3 yaitu pendidikan informal, pendidikan nonformal, dan pendidikan formal. Penanggung jawab pendidikan informal adalah orang tua dan keluarga di rumah. Mereka perlu mendidik anak mereka agar menjadi anggota masyarakat yang berbudi. Penanggung jawab pendidikan nonformal adalah masyarakat kursus dan sejenisnya. Mereka perlu mendidik peserta didik sehingga memiliki keterampilan yang memadai. Dan penanggung jawab pendidikan formal adalah sekolah dan perguruan tinggi. Peranan dan tanggung jawab pendidikan formal, informal dan nonformal ini sangatlah penting, semuanya saling berkaitan dan harus saling menunjang demi terwujudnya tujuan pendidikan Islam dan tujuan pendidikan Indonesia yakni “membangun aqidah yang luhur dan mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga menjadi manusia yang bahagia didunia dan diakhirat.
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنا آتِنا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنا عَذابَ النَّارِ , أُولئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسابِ. سورة البقرة: 201-202
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. al-Baqoroh: 201-202)[1]

      B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab?
2.      Bagaimana tanggung jawab orang tua dalam pendidikan Islam?
3.      Bagaimana tanggung jawab guru dalam pendidikan Islam?
4.      Bagaimana tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan Islam?

     C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari tanggung jawab
2.      Untuk mengetahui tanggung jawab orang tua dalam pendidikan Islam
3.      Untuk mengetahui tanggung jawab guru dalam pendidikan Islam
4.      Untuk mengetahui tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan Islam

















BAB II

PEMBAHASAN

     A.    Pengertian Tanggung Jawab

Menurut W.J.S Poerwadarminta tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada suatu hal boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.[2] Tanggung ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan bertanggung jawab dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya.[3]
Tanggung jawab mestinya sangat mudah untuk dimengerti oleh setiap orang. Tetapi jika diminta untuk melakukan sesuai dengan definisi tanggung jawab tadi maka sering kali masih terasa sulit, merasa keberatan bahkan banyak orang merasa tidak sanggup jika diberikan tanggung jawab. Tak jarang banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya dengan kata lain suka mencari kambing hitam untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatan yang merugikan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهْوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. رواه البخاري
"Setiap kamu adalah pemimpin dan ber­tanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah pe­mimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas ang­gota keluarganya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin da­lam rumah tangga suaminya, dan ia bertanggung jawab atas se­mua anggota keluarganya. Seorang pembantu adalah

pemimpin bagi harta majikannya, dan ia bertanggung jawab atas ke­selamatan dan keutuhan hartanya". (HR. Bukhari).[4]
Menurut Friedich Agust Hayek dalam bukunya Monetary Theory and Trade Cycle, penanggung jawab yaitu ” All forms of responsibillity refers to the responsibillity of individual. The term of shared responsibillity is generally only used to cover the liabillity it self. The responsibler doesn’t bear the full consequences of their decisions”.[5]
Menurut pendapat penulis makalah, tanggung jawab itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksakan sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukan dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Kemudian penulis membagi tanggung jawab menjadi dua bagian yaitu tanggung jawab pada diri sendiri, dimana baik atau buruknya suatu kejadian yang terjadi kepada diri kita adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan orang lain dan tidak menyalahkan siapapun atau yang paling buruk adalah menyalahkan takdir.
Kemudian yang kedua yaitu tanggung jawab kepada orang lain dan lingkungan sekitar, dimana manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Sebagai contoh jika masyarakat telah memilih seseorang sebagai lurah, maka dia akan bertanggung jawab kepada masyarakat yang mempercayainya. Tentu sebagai seorang pak lurah dia harus memperhatikan kelangsungan kehidupan masyarakat yang ia pimpin serta kesejahteraan mereka dan juga keadaan lingkungan tempat tinggal masyaraktnya tersebut.
Jadi, Kesimpulannya yaitu penanggung jawab pendidikan merupakan suatu keadaan wajib bagi komponen masyarakat baik individu maupun golongan dalam menanggung pendidikan yang ada dengan tujuan mencerdaskan masyarakat agar dapat hidup lebih maju sejahtera.


      B.     Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan Islam

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak – anak mereka , karena dari merekalah anak mula – mula menerima pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua itu memegang peranan penting dalam pendidikan anak – anaknya. Sejak anak dalam kandungan , setelah lahir hingga dewasa.[6] 
Berikut beberapa pendapat tentang tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya:
1.      Menurut Hery Noor Aly orang tua adalah “ibu dan ayah dan masing-masing mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak”.[7]
2.      Zakiyah Darajat mengemukakan bahwa “orang tua adalah pembina pribadi utama dalam hidup anak”.[8]
3.      Sedangkan M. Syafaat Habib mengatakan bahwa “Orang tua menempati tempat pertama dan orang tualah yang mula-mula memperkenalkan adanya Tuhan kepada anaknya, kemudian mengajarkan shalat, puasa dan sebagainya”.[9]
Orang tua memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya.
Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
1.      Memelihara dan membesarkan anak.
2.      Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah
3.      Memberi pengajaran
4.      Membahagiakan anak[10]
Secara umum keluarga memiliki tujuan dan fungsi utama dan suci sepanjang masa. Diantara tujuan dan fungsinya itu adalah:
1.      Pemeliharaan dan kesinambungan suku bangsa
2.      Perlindungan moral
3.      Stabilitas psiko-emosional (cinta dan kebijakan)
4.      Sosialisasi dan orientasi nilai
5.      Keterjaminan sosial dan ekonomi
6.      Memperluas ikatan keluarga dan membantuk kesatuan social dalam masyarakat, dan dorongan untuk berusaha dan berkorban[11]
Sedangkan peran orang tua dalam proses belajar anak meliputi dua hal yaitu:
1.      Melengkapi fasilitas pendidikan
Selain perabot rumah tangga, fasilitas rumah tangga yang harus diprioritaskan adalah fasilitas penunjang pendidikan anak. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a.       Tempat belajar yang menyenangkan
b.      Media informasi
c.       Perpustakaan Keluarga
d.      Media pembelajaran anak yang menyenangkan
2.      Mengembangkan budaya ilmiyah dalam keluarga
Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Budaya Islami
b.      Budaya belajar
c.       Budaya jam baca
d.      Gairah cerita
e.       Gairah rasa ingin tahu.[12]
Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung perkembangan belajar anak antara lain :
1.        Memahami Cara Belajar Anak .
2.        Memahami Fitrah Anak
3.        Pendekatan Metode.[13]
Abdullah Ulwan dalam bukunya Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam (Pendidikan anak dalam Islam) beliau merinci Pendidikan anak sebagai barikut:
1.      Pendidikan Keimanan, antara lain menanamkan Tauhid kepada Allah dan kecintaan kepada Rasulullah SAW, mengajarkan hukum halal dan haram, membiasakan untuk beribadah sejak usia 7 tahun dan mendorog untuk suka membaca Al-Qur an.
2.      Pendidikan Akhlak, antara lain  dengan menanamkan kepada anak sifat-sifat terpuji serta menghindari sifat-sifat tercela.
3.      Pendidikan Jasmani, antara lain terdiri dengan memperhatika gizi anak, melatihnya berolahraga dan mengajarka cara-cara hidup sehat.
4.      Pendidikan Intelektual, antara lain mengajarkan Ilmu Pengetahuan dan member kesempatan untuk menuntut ilmu seluas dan setinggi mungkin.
5.      Pendidikan Psikis, antara lain menghilangkan gejala-gejala penakut, rendah diri, malu-malu, dan dengki serta bersikap adil terhadap anak.
6.      Pendidikan Sosial menanamkan pengahargaan dan etika (sopan/santun) terhadap orang lain, orang tua, tetangga, guru, dan teman.
7.      Pendidikan Seksual, antara lain membiasakan agar anak selalu meminta izi ketika memasuki kamar orang tua, dan menghindarkan dari hal-hal yang berbau pornografi.[14]
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa peran orang tua merupakan suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap sebagai orang yang mempunyai tanggung jawab dalam satu keluarga, dalam hal ini khususnya peran terhadap anaknya dalam hal pendidikan, keteladanan, sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam pencapaian keselarasan hidup di dunia dan akhirat dengan bingkai aqidah yang ditanamkannya sejak dini. Berdasarkan dalil;
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ. سورة لقمان:13
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.[15]
قَالَ رَسُولُ اللهِ r : مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا ، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.رواه ابو داود
Artinya : Rasulullah SAW bersabda: "Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu Dawud)[16]

     C.     Tanggung jawab guru dalam pendidikan Islam

Guru adalah pendidik yang professional karna ia merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Ketika orang tua menyerahkan anak nya untuk disekolahkan, berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru.
Dinegara - negara timur sejak dahulu kala guru itu dihormati oleh masyarakat. Orang india dahulu, menganggap guru sebagai orang suci dan sakti. Dijepang, guru disebut sensei, artinya yang lebih dahulu lahir, yang lebih tua. Di Inggris dan di Jerman ”der lehrer” yang berarti pengajar. Akan tetapi, kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti “ pengajar”, melainkan juga “pendidik”, baik di dalam maupun diluar sekolah ia harus menjadi penyuluh masyarakat.[17]
Dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid.[18] Menurut peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas masing-masing.
1.      Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
2.      Mu’allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
3.      Mu’addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
4.      Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
5.      Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.[19]

Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[20] Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[21]
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah.[22] Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orang tua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.[23]
Syaikh Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua kriteria berikut :
1.      Alim yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad Saw, sehingga ia akan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehenshiv tidak setengah-setengah.
2.      Adil riwayat yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak dididiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan hidayah yang diterima ank didik namun justru pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan.[24]
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan:
اغْدُ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلاَ تَكُنِ الْخَامِسَ فَتَهْلَكَ.رواه البزار
 “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. (HR. al Bazar)[25]
 Dalam Hadits yang lain Nabi SAW bersabda:
يُوزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ وَدَمُ الشُّهَدَاءِ فَيَرْجَحُ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ عَلَى دَمِ الشُّهَدَاءِ . رواه الشيرازي
“Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. (HR. al Syiraji)[26]
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun.[27] Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.[28]
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.[29] Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.      Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3.      Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[30]

     D.    Tanggung jawab masyarakat dalam pendidikan Islam

Masyarakat adalah kumpulan individudan kelompok yang diikat oleh kesatuan budaya, agama, dan pengalaman – pengalaman yang sama serta memiliki sejumlah penyesuaian dalam ikut memikul tanggung jawab pendidikan secara bersama – sama. Masyarakat adalah lembaga ketiga setelah keluarga dan sekolah untuk memberikan pengaruh dan arahan terhadap pendidikan anak – anak.[31]
Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan system kekuasaan tertentu. Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau peguasa yang ada didalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap anak didik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik pula sebagai warga desa, kota, dan warga negara.[32]
Dengan demikian, dipundak mereka (masyarakat) terpikul keikitsertaan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak. Ini berarti bahwa pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyalenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggug jawab moral dari setiap orang dawasa baik segi perseorangan maupun sebagai kelompok social. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajara Islam, secara implicit mengandung pula tanggung jawab pendidikan.[33]
Dalam perspektif Islam, peranan dan tanggung jawab pendidikan oleh masyarakat juga merupakan sebuah keharusan. Masyarakat Islam menjunjung nilai-nilai di antaranya adalah nilai ketuhanan, persaudaraan, keadilan, amar ma`ruf nahi munkar, dan solidaritas.[34] Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur`an yang artinya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. سورة الحجرات: 10
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara dan perbaikilah diantara persaudaraan kalian, dan takutlah kepada Alloh agar kalian beruntung" (QS. Al Hujurat 10).[35]
Dari ayat tersebut amat jelas bahwa Islam menjunjung nilai persaudaraan, dimana ada unsur saling mengingatkan, memberi contoh, agar tercipta lingkungan madani. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Islam juga memandang bahwa sebuah masyarakat yang dijiwai nilai-nilai Islam harus berperan dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama.
Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, menyuruh yang ma’ruf melarang yang munkar di mana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan-perbuatannya dan maksudnya, sehingga mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam di sekelilingnya. Sebagaimana firman Alloh:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ سورة: آلِ عِمْرَانَ: 104
Arinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imron: 104).[36]
Peran masyarakat di era sekarang adalah menjadi fasilitator dalam menunjang pelaksanaan pendidikan nasional, ikut serta dalam menyelenggarakan pendidikan swasta, membantu pengadaan tenaga, saran dan prasarana serta membantu mengembangkan profesi baik secara  langsung  maupun tidak langsung.
Secara konseptual tanggung jawab masyarakat, antara lain: mengawasi jalannya nilai sosio budaya, menyalurkan aspirasi masyarakat, membina dan meningkatkan kualitas keluarga.[37]
Ada 7 tingkatan peran serta masyarakat, yaitu:
1.      Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk mendidik anak-anak mereka.
2.      Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada PSM jenis ini masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, atau tenaga.
3.      Peran serta secara pasif. Masyarakat dalam tingkatan ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite sekolah).
4.      Peran serta melalui adanya konsultasi. Pada tingkatan ini, orang tua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah anaknya.
5.      Peran serta dalam pelayanan. Orang tua/masyakarat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orang tua ikut membantu sekolah ketika ada studi tur, pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.
6.      Peran serta sebagai pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya, berpartisipasi dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya, menjadi nara sumber, guru bantu, dsb.
7.      Peran serta dalam pengambilan keputusan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan baik akademis maupun non akademis, dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).


BAB III

PENUTUP

      A.    Kesimpulan

Tanggung jawab itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksakan sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukan dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain yang dipertanggungjawabkan kepada alloh.
Orang tua adalah yang mempunyai tanggung jawab awal dalam pendidikan anak-anaknya. Setidaknya orang tua bertanggung jawab atas pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan untuk kebahagiaan anak. Orang tua berperan didalam menyediakan dan melengkapi fasilitas pendidikan anak serta mengembangkan budaya ilmiah didalam keluarga. Dalam pendidikan anak, orang tua harus dapat memahami cara belajar anak, kondisi anak sehingga dapat menerapkan metode yang tepat.
Guru adalah pendidik professional yang mengabdikan dirinya memberikan pendidikan kepada peserta didik yang diamatkan kepadanya. Didalam Islam guru juga disebut murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid yang masing-masing mempunyai tempat dan mempunyai tugas tersendiri. Pendidik didalam Islam bertanggung jawab terhadap peserta didik dalam hal cipta, karya, dan karsa. Didalam Islam pendidik harus alim dan adil yang dapat memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan meluruskan perilaku yang buruk, sehinggga pendidik berfungsi sebagai instruksional, educator dan managerial.
Masyarakat turut memikul tanggung jawab didalam membimbing pertumbuhan dan perkembangan pendidikan anak dalam hal nilai ketuhanan, persaudaraan, keadilan, amar ma`ruf nahi munkar, dan solidaritas. Peran masyarakat didalam pendidikan antara lain: mengawasi jalannya nilai sosio budaya, menyalurkan aspirasi masyarakat, membina dan meningkatkan kualitas keluarga.

      B.     Saran

Pendidikan Islam terhadap anak merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, guru, dan masyarakat. Oleh karena itu masing-masing supaya dapat menetapi peran dan tanggung jawabnya sendiri-sendiri.

DAFTAR PUSTAKA


Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2012
Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka, Banten: Kalim
Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah. Pendidikan Islam. Malang: UIN-Malang Pers. 2007
Habib, M. Syafa’at. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta: Wijaya. 1982
Hayek, Friedrich August. Monetary Theory and Trade Cycle. Terjm. Rosmayadi. Semarang:  Neo Fine Persada. 1987
Muhammad Bin Ismail. Shohih Bukhari. Dar Ibnu Kastir.  1993
Munarji. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bina Ilmu. 2004
Noer Aly,  Hery. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999
Ramayulis. dkk. Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia. 2001
Salam, Lubis. Keluarga Sakinah. Surabaya: Terbit Terang. 2002
Saleh, Abd. Rahman. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa. Jakarta: Grafindo Persada. 2005
Sulaiman Bin al- Asy’ats. Sunan Abu Dawud. Bairut-Lebanon: Dar al Fikr. 1994.
Suryosubroto B. Beberapa Aspek Dasar Kependidikan. Jakarta: Bina Aksara. 1983
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1992.
Ulwan, Abdullah. Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam. Terjm. Ismail Ya’qub. Semarang: Faizan. 1979







[1] Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Perkata Tajwid Kode Angka, (Banten: Kalim), 32.

[2] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 88.
[3] Ibid, 89.
[4] Muhammad Bin Ismail, Shohih Bukhari, Juz 2 (Dar Ibnu Kastir.  1993), 6
[5] Friedrich August Hayek, Monetary Theory and Trade Cycle, Terjm. Rosmayadi, (Semarang: Neo Fine Persada, 1987), 44.
[6] Munarji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta,PT Bina Ilmu,2004), 131
[7] Noer Aly, Ilmu. …, 94.
[8] Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 55.
[9] M. Syafa’at Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Wijaya, 1982), 56.
[10] Zakiyah Darajat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 35
[11] Ibid, 82.
[12] Lubis Salam, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Terbit Terang, 2002), 56.
[13] Ramayulis, dkk, Pendidikan Islam Dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), 12
[14] Abdullah Ulwan, Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam,Terjm. Ismail Ya’qub (Semarang: Faizan,     1979), 68.
[15] Departemen Agama RI, Al-Hidayah …, 413.
[16]  Sulaiman Bin al- Asy’ats, Sunan Abu Dawud, Juz 1 (Bairut-Lebanon: Dar al Fikr. 1994), 133

[17] Zakiah Daradjat, Ilmu …, 210
[18] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
     1992), 75.
[19] Ibid, 76.
[20] Suryosubroto B, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), 26.
[21] Noer Aly, Ilmu …, 24.
[22] Zakiah Daradjat,  Ilmu …, 40.
[23] Ibid, .41.
[24] Ahmad Tafsir, Ilmu …, 56.
[25] Zakiah Daradjat, Ilmu …, 64.
[26] Ibid
[27] Abdullah Ulwan, Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam, Terjm. Ismail Ya’qub, (Semarang: Faizan,     1979), 51.
[28] Ibid, 66.
[29]  Ibid, 62

[30] Suryosubroto B, Beberapa …, 41.
[31] Djumransyah dan Abdul Malik Karim Amrullah,Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Pers, 2007), 99
[32] Zakiah Daradjat, Ilmu …,26.
[33] Ibid, 27.
[34] Abdullah Ulwan, Tarbiyah …,90.
[35]  Departemen Agama RI, Al-Hidayah …, 517.

[36]  Ibid, 64.
[37] Abd. Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta: Grafindo Persada, 2005), 347.