Rabu, 11 Januari 2017

Hakikat Belajar dan Unsur-unsurnya



HAKEKAT BELAJAR DAN UNSUR-UNSURNYA


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Psikologi Belajar

Dosen Pembimbing:
Dra. Hj. Luluk M, M. Pd.I












Disusun oleh;
Chabib Rochmatulloh
Achmad Subandi
Maryanto

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAKHUL ‘ULA
NGLAWAK-KERTOSONO
2017


KATA PENGANTAR




Puji syukur kami panjatkan atas   kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Belajar

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu serta menambah wawasan tentang Hakekat Belajar dan Unsur-unsurnya”. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu,  sehingga makalah kami ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dengan segala kerendahan hati. Kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Kami menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Karena kesempurnaan sesungguhnya hanya datangnya dari Allah SWT. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.







Kediri, 10 Januari 2017








Penyusun







BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Belajar merupakan bagian terpenting dalam pendidikan yang didalamnya terdapat adanya guru sebagai pengajar dan siswa yang sedang belajar. Usman mengatakan bahwa belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung melalui hubungan edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.[1] Dalam Proses belajar terdapat komponen yang saling terkait meliputi tujuan, guru, siswa, bahan ajar, metode pengajaran, alat, media edukasi.
Unsur-unsur belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, dan pemilihan cara belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain guru, siswa itu sendiri, materi belajar, tujuan belajar, fasilitas, dan sarana dan prasarana. Pada kenyataannya belajar adalah masalah semua orang, maka perlu dan penting menjelaskan dan merumuskan masalah belajar, terutama bagi kaum pendidik professional supaya kita dapat menempuhnya dengan lebih efesien, selektif mungkin.[2]  Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh 'Aisyah:
عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ ، قَالَتْ : كَانَ كَلاَمُ رَسُولِ اللهِ r كَلاَمًا فَصْلاً يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ. رواه ابو داود
Dari Aisyah rahimahallah berkata:”Sesungguhnya perkataan Rasulullah SAW adalah perkataan yang jelas memahamkan setiap orang yang mendengarnya. (HR. Abu Daud)
Para pengajar hendaknya mempunyai kemampuan dalam memilih model yang tepat untuk setiap pokok bahasan dalam pembelajaran, bahkan untuk setiap kompetensi-kompetensi dasar yang telah dirumuskan, misalnya untuk setiap topik dapat digunakan berbagai macam model pengajaran. Dalam pembelajaran


pendekatan dan model yang telah dipilih memerlukan interaksi yang baik antara guru dan peserta didik sehingga setiap pembelajaran dan setiap uraian materi ajar yang disajikan dapat memberikan motivasi belajar peserta didik. Sebagaimana pesan Imam Ali:
حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ. رواه البخاري
Ajaklah bicara manusia dengan apa yang mereka pahami. Apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya di dusta kan? (HR. al Bukhary)


B.     Rumusan Masalah

1.      Apa hakikat belajar
2.      Apakah belajar dalam pandangan Islam
3.      Apakah factor-faktor yang mempengaruhi belajar
4.      Apa saja unsur-unsur belajar

C.     Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui hakikat belajar
2.      Untuk mengetahui belajar dalam pandangan Islam
3.      Untuk mengetahui factor-faktor belajar
4.      Untuk mengetahui unsur-unsur belajar



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hakikat Belajar

Belajar adalah Suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah-laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.[3] Belajar juga merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang bersikap konstan atau tetap. Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera tampak dalam perilaku yang nyata atau tersembunyi.[4] Sebagaimana firman Alloh:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّما يَتَذَكَّرُ أُولُوا الْأَلْبابِ. سورة الزُّمَرِ: 9
Katakanlah (Muhammad): "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. az-Zumar: 9)
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.[5] Senada pendapat tersebut Skinner juga memberikan defenisi belajar yaitu suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progesif.[6] Cronbach berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami melalui panca indra.[7]
Dari pengertian belajar di atas dapat dikemukakan bahwa belajar mempunyai hal-hal pokok sebagai berikut
1.      Perubahan (dalam arti behavioral changes, actual maupun potensial)


2.      Perubahan itu  pada pokoknya didapatkannya kecakapan baru.
3.      Perubahan yang terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Berdasarkan hal-hal pokok dalam belajar, terdapat adanya ciri-ciri belajar diantaranya adalah: 1) perubahan yang terjadi secara sadar. Ini berarti bahwa individu yang belajar, akan menyadari terjadi perubahan atau sekurang-kurangnya perubahan dalam dirinya, 2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus-menerus tidak statis. 3) perubahan dalam belajar bersifat aktif. Berubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha sendiri. 4) perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena tujuan yang dicapai perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang disadari. 5) Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah-laku.[8]
Jadi, belajar adalah suatu kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

B.     Belajar dalam Pandangan Islam

Secara psikologis manusia adalah makhluk Allah yang sangat sugestibel, yaitu mudah kena pengaruh rangsangan lingkungan yang datang kepadanya, terutama rangsangan lingkungan social, baik secara individual maupun kelompok, melalui pergaulan manusia saling mempengaruhi tingkah laku masing-masing termasuk cara berpikir, bertingkah laku, sikap dan sebagainya.[9] Hubungan dengan orang lain inilah manusia dengan sendirinya baik disengaja atau tidak disengaja mengadakan pembelajaran terkait dengan dirinya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ ، أَوْ ثَوْبَكَ ، أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً. رواه البخاري
“Perumpamaan teman duduk yang baik dan yang jelek, seperti berteman dengan penjual minyak wangi dan pandai besi; tidak akan luput untukmu dari penjual minyak wangi, apakah engkau membeli minyak wangi tersebut atau engkau mencium harumnya, adapun berteman dengan pandai besi dapat membakar badanmu, atau pakaianmu, atau engkau mencium darinya aroma yang buruk.” (HR. Al-Bukhari)
Di lingkungan rumah tangga, anak adalah anggota keluarga, pengaruh kedua orang tua sangat dominan pada dirinya terutama pengaruh dari pihak ibunya. Berbagai penampilan tingkah laku yang sengaja ditampilkan oleh seorang ayah dan ibu secara tidak disadari anak telah diinternalisasikannya ke dalam dirinya, bahkan kadangkala telah menjadi bagian dari dirinya.
Setelah fisik anak bertambah besar dan umurnya pun telah berkembang, ia mulai meluaskan pandangan dan wawasannya ke lingkungan yang luas seperti teman tetangganya. Di lingkungan masyarakat ini ia mulai melihat dan mendengar baik tingkah laku atau ucapan yang belum pernah di dengarnya di lngkungan ini sudah mulai terkena polusi atau rangsangan yang cenderung merusak pendidikan yang telah diletakkan oleh kedua orang tuanya, tetapi orang tu waspada dengan lingkungan yang bis merusak pendidikan yang telah diletakkannya.
Kebiasaan masyarakat muslim Indonesia memasukkan anaknya ke sekolah dasar pada umur tujuh tahun. Mulai saat itu anak memasuki lingkungan social yang lebih luas dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya atau dengan teman-teman yang lebih tua seperti kakak kelasnya. Di lingkungan formal ini di awasi oleh para pendidiknya yaitu orang-orang yang professional dalam bidangnya. Bentuk-bentuk tingkah laku, cara berpikir, perasaan sikap social cara mereaksinya telah diprogamkan oleh gurunya melalui proses pembelajaran.  
Oleh karena itu sejak dini, sebelum anak lebih luas belajar dimasyarakat maka orang tua supaya membekali dengan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ. رواه مسلم
Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani. (HR Muslim)

Jadi, proses belajar didalam Islam adalah akibat dari rangsangan sosial yang dialamai oleh anak yang kemudian memberikan pengaruh dari alam pemikiran sekaligus tindakan yang dikerjakannya.

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar.

Belajar sebagai proses atau aktivitas banyak dipengaruhi oleh bayak faktor antara lain faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar yang digolongkan menjadi faktor-faktor non-sosial dan faktor-faktor sosial. Untuk lebih jelasnya dijelaskan sebagai berikut;[10]

1.      Faktor-faktor non-sosial dalam belajar

Faktor-faktor non-sosial dalam belajar berupa keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, maupun malam), tempat (letak, pergedungannya), dan alat-alat yang digunakan untuk belajar. Semua factor ini diatur sedemikian rupa, sehingga dapat membantu proses/perbuatan belajar secara maksimal.
Letak sekolah atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan ramai, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran diusahakan sedimikian rupa memenuhi syarat-syarat pertimbangan diktatis, psikologis, dan paedagogis.

2.      Faktor sosial dalam belajar

Yang dimaksud faktor sosial adalah manusia (sesama manusia), baik manusia itu kehadirannya langsung ada di tempat belajar maupun tidak langsung ada. Kedatangan orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, ada kalanya mengganggu belajar itu, misalnya seseorang yang belajar di kamar, lalu banyak orang yang hilir mudik keluar masuk di kamar itu, dan lain-lain. Faktor sosial seperti itu pada umumnya bersifat mengganggu proses belajar.
Selain dari faktor-faktor dari luar diri  tersebut, terdapat juga faktor belajar dari dalam diri si pelajar yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor-faktor fisiologi dan faktor-faktor psikologis.[11]
a.       Faktor-faktor fisiologi dalam belajar
1)      Keadaan tonus jasmani pada umumnya.
Keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan jasmani yang lelah lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang tidak lelah. Dalam kaitannya dengan hal ini ada dua hal yang perlu dikemukakan
a)      Nutrisi yang cukup, karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya tonus jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, mengantuk, lekas lelah dan sebagainya.
b)      Beberapa penyakit yang kronis yang dapat mengganggu belajar itu.
2)      Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi-fungsi pancaindra
Dalam sistem persekolahan dalam dewasa ini di antara panca indra itu yang memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Karena itu menjadi kewajiban bagi setiap pendidik untuk menjaga, agar pancaindra anak didiknya dapat berfungsi dengan baik, baik penjagaan bersifat kuratif maupun yang bersifat preventif.
b.      Faktor-faktor psikologis dalam belajar
Ardeen N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah sebagai berikut;
1)      Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
2)      Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
3)      Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
4)      Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi
5)      Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran
6)      Adanya pengajaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.

D.    Unsur-unsur Belajar

Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu, apalagi dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu seluruh proses dan tahapan pembelajaran harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensi-potensi anak tersebut.
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran terarah pada upanya peningkatan potensi siswa secara komprehensip, maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan unsur-unsur yang benar, yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar.
Unsur-unsur belajar adalah faktor-faktor yang menjadi indikator keberlangsungan proses belajar. Cronbach sebagai penganut aliran behaviorisme menyatakan adanya tujuh unsur utama dalam proses belajar, yang meliputi:[12]
1.      Tujuan.
Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang jelas dan bermakna bagi individu.
2.      Kesiapan.
Agar mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, anak perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis maupun kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan pengalaman belajar.
3.      Situasi.
Yang dimaksud situasi belajar ini adalah tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan seluruh warga sekolah lain.
4.      Interpretasi.
Anak akan melakukan interpretasi yaitu melihat hubungan diantara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan pencapaian tujuan.
5.      Respon.
Dari hasil interpretasi dalam pencapaian tujuan belajar, maka anak akan membuat respon. Respon ini dapat berupa usaha yang terencana dan sistematis, baik juga berupa usaha coba-coba, (trial and error).
6.      Konsekuensi.
Konsekuensi ini dapat berupa hasil positif (keberhasilan) maupun hasil negatif (kegagalan) sebagai konsekuensi respon yang dipilih siswa.
7.      Reaksi terhadap kegagalan.
Kegagalan dapat menurunkan semangat dan motivasi usaha belajar siswa. Namun, dapat juga membangkitkan siswa karena dia mau belajar dari kegagalannya.

Sementara itu para konstruktivisme memaknai unsur-unsur belajar sebagai berikut:
1.      Tujuan belajar.
Tujuan belajar yaitu membentuk makna. Makna diciptakan para pembelajar dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna dipengaruhi oleh pengertian terdahulu yang telah dimiliki siswa.
2.      Proses belajar
Adalah proses konstruksi makna yang berlangsung terus menerus, setiap kali berhadapan dengan fenomena atau pengalaman baru diadakan rekonstruksi, baik secara kuat atau lemah. Proses belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih sebagai pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan lebih sebagai pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri.
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan (disonansi kognitif) yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi tidak keseimbangan (disekuilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
3.      Hasil belajar
Hasil belajardipengaruhi oleh pengalaman pelajar sebagai hasil interaksi dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung kepada apa yang telah diketahui pembelajar: konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Dalam kaitan dengan implementasi empat pilar pembelajaran UNESCO pada praktik pendidikan, Zhou Nanzhao  menyarankan penguasaan sejumlah kompetensi oleh siswa sebagai unsure-unsur belajar. Kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa dalam belajar, baik tentang apa saja, di mana saja, dengan siapa saja antara lain adalah:[13]
1.      Kompetensi dalam mengumpulkan, memilih, mengolah, dan mengelola informasi;
2.      Kompetensi dalam menguasai peralatan sebagai saran untuk mengetahui dan memahami;
3.      Kompetensi dalam berkomunikasi dengan orang lain secara efektif;
4.      Kompetensi untuk beradaptasi diri menghadapi perubahan kehidupan;
5.      Kompetensi untuk bekerja sama dengan orang lain dalam suatu tim;
6.      Kompetensi dalam menyelesaikan konflik melalui dialog dan negosiasi yang damai.



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Belajar dapat dipahami sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan jiwa dengan masuknya kesan-kesan baru yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Dalam pandangan Islam belajar adalah pengaruh rangsangan lingkungan yang datang kepadanya, terutama rangsangan lingkungan social, baik secara individual maupun kelompok, melalui pergaulan manusia saling mempengaruhi tingkah laku masing-masing termasuk cara berpikir, bertingkah laku, sikap dan sebagainya
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar bisa dari factor non sosial seperti tempat, waktu, maupun sarana pembelajarannya. Namun yang tidak kalah penting adalah dari factor manusianya sendiri yang disebut dengan factor sosial. Selain factor tersebut juga dipengaruhi faktor fisiologi dan faktor psikologis.
Unsur-unsur belajar adalah faktor-faktor yang menjadi indikator keberlangsungan proses belajar. Menurut aliran behavorisme unsur-unsur pendidikan adalah: Tujuan, Kesiapan, Situasi, Interpretasi, Respon, Konsekuensi, dan Reaksi terhadap kegagalan. Sedangkan menurut aliran konstruktivisme unsur-unsur belajar adalah: Tujuan belajar, Proses belajar, dan Hasil belajar. Unsur-unsur belajar juga tidak lepas dari empat pilar dari pembelajaran UNESCO.

B.     Saran

Dengan mengetahui hakikat belajar dan unsur-unsurnya dapat dijadikan sebagai rujukan didalam mendidik dari lingkup keluarga maupun lembaga-lembaga pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA


Budiman, Nasir. Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. Jakarta: Madani Press. 2001
Darsono. Belajar dan Pembelajaran UNNES. Semarang:  PT. Delta Pamungkas. 2002.
Slameto. .Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 1998.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003.
Surya & Moh. Amin. Pengajaran Remidial. Jakarta: Depdikbud. 1980
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2004.
Suyono & Hariyanto.  Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, Bandung: ROSDA. 2012
Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Yang Profesional. Bandung: Rosda Karya. 2002.
Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. 2004.
Winkel. Bimbingan dan Konseling di Institute Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. 2004.



[1]  Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Yang Profesional, (Bandung: Rosda Karya, 2002), 4.
[2]  Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 227-228.
[3]  Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), 2
[4]  Winkel, Bimbingan dan Konseling di institute Pendidikan , (Yogyakarta: Media Abadi, 2004),  15
[5]  Darsono, Belajar dan Pembelajaran UNNES. (Semarang:  PT.Delta Pamungkas, 2002),  24
[6]  Bimo Walgito, Pengantar  psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), 166
[7]  Sumadi, Psikologi. …,231.

[8]  Surya & Moh. Amin. Pengajaran Remidial. (Jakarta: Depdikbud, 1980), 6
[9]  Nasir Budiman, Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. (Jakarta: Madani Press, 2001), 58

[10] Sumadi, Psikologi. …,233.

[11]  Ibid, 235-237

[12]  Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2003), 161.

[13]  Suyono & Hariyanto,  Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Konsep Dasar, (Bandung : ROSDA, 2012), 127

Tidak ada komentar:

Posting Komentar