1
Pendekatan
Pendidikan
a.
Pendekatan
Reduksional
Pendekatan
tentang hakekat pendidikan ini dinamakan dengan reduksionisme karena dalam
pandangannya berusaha menyederhanakan konsep pendidikan (reduksi) sehingga
dapat mudah dipahami konsep pandangan yang ingin ditandaskan, Tilaar
(1999:19-32) mengelompokkan pendekatan ini meliputi enam teori, yaitu:
1)
Pendekatan Pedagogisme
Titik tolak dari
teori ini ialah anak yang akan di besarkan menjadi manusia dewasa. Pandangan
ini apakah berupa pandangan nativisme schopenhouer serta menganut penganutnya
yang beranggapan bahwa anak telah mempunyai kemampuan-kemampuan yang dilahirkan
dan tinggal di kembangkan saja.
2) Pendekatan Filosofis.
Anak manusia
mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan hakikat orang dewasa. Oleh sebab
itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai anak manusia yang
mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
3) Pendekatan Religius
Pendekatan religius
/ religionisme dianut oleh pemikir-pemikir yang melihat hakikat manusia sebagai
makhluk yang religius. Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler
tidak menjawab terhadap kehidupan yang bermoral.
4) Pendekatan Psikologis.
Pandangan-pandangan
pedagogisme seperti yang telah diuraikan telah lebih memacu masuknya psikologi
ke dalam bidang ilmu pendidikan hal tersebut telah mempersempit pandangan para
pendidik seakan-akan ilmu pendidikan terbatas kepada ilmu mengajar saja.
5) Pendekatan Negativis.
Pendidikan ialah
menjaga pertumbuhan anak. Dengan demikian pandangan negativisme ini melihat
bahwa segala sesuatu seakan-akan telah tersedia di dalam diri anak yang
bertumbuh dengan baik apabila tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang merugikan
pertumbuhan tersebut.
6) Pendekatan Sosiologis.
Pendekatan ini
mengintrodusir bahwa hakekat pendidikan adalah diarahkan pada kepentingan hidup
bersama dalam masyarakat. Dengan demikian identifikasi kebutuhan masyarakat
menjadi sangat esensial dalam perumusan materi pelajaran di sekolah sebab
sekolah diorientasikan pada kepentingan masyarakat (orientation society).
b. Pendekatan Holistik Integratif
Pendekatan-pendekatan
reduksionisme melihat proses pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk
lembaga-lembaga pendidikan, menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis
tertentu mengenai hakikat pendidikan. Teori-teori tersebut satu persatu
sifatnya mungkin mendalam secara Vertikal namun tidak melebar secara
horizontal.
Peserta
didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan
berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai
visi terhadap kehidupan di masa depan, termasuk kehidupan pasca kehidupan.
Pendekatan
reduksionisme terhadap hakikat pendidikan, maka dirumuskan suatu pengertian
operasional mengenai hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan adalah suatu proses
menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya,
dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Rumusan
operasional mengenai hakikat pendidikan tersebut di atas mempunyai
komponen-komponen sebagai berikut :
1) Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.
Proses
berkesinambungan yang terus menerus dalam arti adanya interaksi dalam
lingkungannya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan manusia, lingkungan
sosial, lingkungan budayanya dan ekologinya. Proses pendidikan adalah proses
penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan
jaminan hidup yang berkesinambungan. Proses pendidikan yang berkesinambungan
berarti bahwa manusia tidak pernah akan selesai.
2) Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia.
Eksistensi atau keberadaan
manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Eksistensi manusia selalu berarti
dengan hubungan sesama manusia baik yang dekat maupun dalam ruang lingkup yang
semakin luas dengan sesama manusia di dalam planet bumi ini. Proses pendidikan
bukan hanya mempunyai dimensi lokal tetapi juga berdimensi nasional dan global.
3) Eksistensi manusia yang memasyarakat.
Proses pendidikan
adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Jauh Dewey
mengatakan bahwa tujuan pendidikan tidak berada di luar proses pendidikan itu
tetapi di dalam pendidikan sendiri karena sekolah adalah bagian dari masyarakat
itu sendiri. Apabila pendidikan di letakkan di dalam tempatnya yang sebenarnya
ialah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang pada dasarnya
adalah kehidupan bermoral.
4) Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.
Inti dari kehidupan
bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu dihayati,
dilestarikan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakatnya.
Penghayatan dan pelaksanaan nilai-nilai yang hidup, keteraturan dan disiplin
para anggotanya. Tanpa keteraturan dan disiplin maka suatu kesatuan hidup akan
bubar dengan sendirinya dan berarti pula matinya suatu kebudayaan.
5) Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi
waktu dan ruang.
Dengan dimensi
waktu, proses tersebut mempunyai aspek-aspek historisitas, kekinian dan visi
masa depan. Aspek historisitas berarti bahwa suatu masyarakat telah berkembang
di dalam proses waktu, yang menyejarah, berarti bahwa kekuatan-kekuatan
historis telah menumpuk dan berasimilasi di dalam suatu proses kebudayaan.
Proses pendidikan adalah proses pembudayaan. Dan proses pembudayaan adalah
proses pendidikan. Menggugurkan pendidikan dari proses pembudayaan merupakan
alienasi dari hakikat manusia dan dengan demikian alienasi dari proses
humanisasi. Alienasi proses pendidikan dari kebudayaan berarti menjauhkan
pendidikan dari perwujudan nilai-nilai moral di dalam kehidupan manusia.
c. Fungsi sekolah dalam perubahan social
Fungsi
sekolah ialah lembaga social yang mentransmisikan nilai-nilai yang hidup di
dalam masyarakat dan kebudayaan pada saat itu. Di dalam pedagogik tradisional,
tempat individu adalah sebagai objek perubahan sosial. Individu tersebut
mempelajari peranan yang baru di dalam kehidupan sosial yang berubah. Sekolah
adalah tempat yang memperoleh legitimasinya dan kehidupan masyarakat atau
pemerintah yang mempunyainya. Dalam pendekatan perencanaan pendidikan, kita
mengenal empat pendekatan: (1) social demand approach (pendekatan
kebutuhan sosial); (2) manpower approach (pendekatan ketenagakerjaan);
(3) cost and benefit (pendekatan untung-rugi); (4) cost effectiveness
(efektivitas). Keempat pendekatan ini mencoba memberikan alternatif pendekatan
perencanaan pendidikan agar sesuai dengan perubahan sosial di lingkungan
sekitarnya. Misalnya di suatu daerah lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja dalam
bidang teknik, maka dapat mendirikan sekolah dengan pendekatan perencanaan man
power Approach, seperti: STM, SMK (Abdullah Idi, 2011: 220).
Jadi, Pendidikan memiliki peran yang besar dalam penyediaan
sumber daya manusia yang berkualitas
dan daya saing yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi
peluang seseorang untuk meningkatkan kualitas daya saing mereka, dan semakin
rendah tingkat pendidikan akan semakin sulit menumbuhkan kemampuan dan daya
saing seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar